Candi Plaosan adalah salah satu situs arkeologi yang terletak di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terkenal sebagai salah satu contoh peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang kaya akan nilai sejarah dan budaya. Dikenal dengan keindahan arsitekturnya yang unik dan kompleks, Candi Plaosan memancarkan kesan religius yang kental, serta menyimpan banyak cerita tentang kehidupan masyarakat pada masa lalu. Artikel ini akan membahas sejarah, arsitektur, serta makna budaya dan agama dari Candi Plaosan.
Asal-usul dan Pembangunan
Candi Plaosan diperkirakan dibangun pada abad ke-9 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra, yang juga terkenal karena pembangunan Candi Borobudur dan Candi Mendut. Candi ini didirikan sebagai sebuah kompleks peribadatan agama Buddha, tetapi memiliki karakteristik yang unik karena memadukan unsur-unsur Hindu dan Buddha dalam desain dan arsitekturnya.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan di sekitar candi, diperkirakan Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang raja dari kerajaan Mataram Kuno yang memerintah pada sekitar tahun 850 M. Candi ini didedikasikan untuk pasangan raja dan permaisurinya, Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani, yang dikenal sebagai patron-patron besar agama Buddha pada masa itu.
Penemuan dan Pemugaran
Candi Plaosan sempat terlupakan selama berabad-abad hingga ditemukan kembali pada abad ke-19 oleh para peneliti kolonial. Proses pemugaran dilakukan untuk menjaga kelestariannya, mengingat candi ini mengalami kerusakan parah akibat bencana alam dan erupsi gunung berapi. Pemugaran terakhir dilakukan pada akhir abad ke-20, yang berhasil mengembalikan kemegahan candi seperti yang dapat dilihat sekarang.
Kompleks Candi
Candi Plaosan terdiri dari dua kompleks utama, yaitu Candi Plaosan Lor (utara) dan Candi Plaosan Kidul (selatan). Kedua kompleks candi ini saling berdekatan dan dikelilingi oleh area yang luas. Keunikan utama dari Candi Plaosan adalah adanya dua jenis candi yang berbeda di dalam kompleks ini: candi-candi utama (monumen) dan candi-candi perwara (pendamping).
Candi utama di Candi Plaosan Lor memiliki bentuk piramidal dengan atap berlapis yang mencerminkan arsitektur candi Buddha, sementara candi-candi di Plaosan Kidul lebih kecil dan berbentuk lebih sederhana, namun tetap memiliki ciri khas yang sama dalam hal struktur dan dekorasi.
Detail Arsitektur
Candi utama di Candi Plaosan Lor memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan candi lainnya. Struktur candi ini terdiri dari batu andesit yang dipahat dengan halus dan dihias dengan relief-relief yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan Buddha. Candi ini memiliki dua tingkat yang dihiasi dengan ukiran yang mencerminkan mitologi dan ajaran-ajaran Buddha.
Keunikan lain dari Candi Plaosan adalah adanya sejumlah stupa, yang biasa ditemukan di candi-candi Buddha, terutama di bagian atas candi utama. Stupa-stupa ini melambangkan kebesaran Buddha dan fungsi meditasi dalam ajaran agama Buddha. Selain itu, patung-patung Buddha yang ditemukan di candi ini juga sangat menarik, dengan ciri khas tersendiri yang berbeda dengan patung Buddha di candi-candi lainnya di Indonesia.
Sistem Tata Letak
Kompleks Candi Plaosan dirancang dengan sistem tata letak yang simetris dan terstruktur dengan baik. Di bagian depan candi utama, terdapat sebuah pelataran yang mengarah ke candi dengan beberapa patung-patung Buddha yang menghadap ke arah pelataran tersebut. Tata letak ini menunjukkan keharmonisan antara arsitektur dan fungsi religius candi sebagai tempat ibadah.
Pengaruh Hindu-Buddha
Candi Plaosan memiliki pengaruh kuat dari kedua agama, Hindu dan Buddha. Meskipun candi ini lebih condong ke agama Buddha, tetapi struktur dan desainnya menunjukkan adanya pengaruh Hindu dalam hal bentuk arsitektur, terutama dalam penggunaan elemen-elemen dekoratif yang mirip dengan candi Hindu di Jawa Tengah seperti Candi Prambanan. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara dua agama besar tersebut pada masa kerajaan Mataram Kuno.
Candi Plaosan dan Kerajaan Mataram Kuno
Candi Plaosan memberikan gambaran tentang hubungan erat antara agama, politik, dan budaya pada masa kerajaan Mataram Kuno. Kala itu, candi ini tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan raja yang mewakili keberagaman budaya dan agama di masa tersebut. Pemerintahan Rakai Pikatan yang mendirikan candi ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya dengan cara menunjukkan dukungannya terhadap agama Buddha.
0 Comments